Inilah Alasan Orang Advent Tidak Membeli pada Hari Sabat
Barangkali hampir semua penganut Kristen Advent (orang Advent) pernah mendengar anjuran atau larangan atau himbauan untuk tidak membeli (belanja) pada hari Sabat. Sebagian orang bahkan sampai pada level atau tingkatan, belanja pada hari Sabat itu adalah dosa.
Tentu kemudian muncul pertanyaan. Apa alasan kenapa “tidak boleh" belanja pada hari Sabat (karena itu bukan termasuk kategori bekerja atau suatu pekerjaan)?
Sebagian orang ada yang menjawab, tidak tahu! Ada yang menjawab, hanya membiasakan diri saja untuk tidak melakukan aktifitas rutin sehari-hari pada hari Sabat. Dan ada juga yang menjawab, membeli pada hari Sabat mengurangi kekudusan hari Sabat, tetapi tanpa ada penjelasan kenapa bisa berkurang.
Orang yang suka berlogika seperti saya, banyak yang tidak setuju dengan “doktrin” ini. Melakukan sesuatu tetapi kok tidak ada dasar yang kuat?
Tapi puji Tuhan, 2 atau 3 tahun terakhir ini saya menemukan alasan yang saya pikir masuk akal dan berharap bisa diterima banyak orang. Jawabannya adalah, karena pada saat kita membeli (belanja) pada hari Sabat, secara tidak langsung kita menyuruh orang lain untuk tetap bekerja pada hari Sabat sedangkan pada saat yang sama kita menjadi orang yang berdiri paling depan mengajak orang lain untuk tidak bekerja pada hari itu (menguduskan Sabat).
Lalu kemudian muncul pertanyaan (alasan) baru: “Tapi kan seandainya kita gak belanja atau membeli ke mereka (para pedagang itu) - mereka akan tetap jualan kok! Gimana tuh?”
Saudara sekalian, mungkin itu sebabnya ada yang punya trik untuk menyiasati agar tidak melanggar "doktrin" ini. Trik itu adalah apabila ada barang atau jasa yang dibutuhkan tepat pada hari Sabat, maka transaksinya (pembayaran) dilakukan sebelum atau sesudah hari Sabat.
Tapi apakah trik itu sudah benar? Menurut saya dan menurut Alkitab tidak. Karena esensi dari Perintah/Hukum ke-4 bukanlah soal membeli atau bertransaksi, tapi BEKERJA. Faktanya memang, banyak yang salah memahami, membuat “membeli" atau "transaksi” sebagai ukuran. Yang penting “serah terima uang” tidak pada hari Sabat, AMAN!!
Kalau kita baca dan perhatikan Kel. 20: 10 “Tetapi hari ketujuh hari Sabat Tuhan, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan ....dst.” Hal inti di sana adalah BEKERJA, bukan soal bertransaksi. Saat orang lain (yang tidak mengimani hari Sabat) kita suruh bekerja (demi uang yang sudah diterima dari kita), itu sama artinya kita mengatakan: Kamu boleh bekerja hari Sabat, tetapi saya tidak! Kamu boleh berzina saya tidak. Kamu boleh tidak hormat sama orang tua, tapi saya harus hormat!
Apakah seperti itu? Tentu tidak bukan! Kita tidak boleh menjadi orang yang munafik, menyuruh orang lain melakukan sesuatu tetapi kita sendiri tidak mau melakukannya.
Kita orang Advent pasti sama-sama percaya bahwa 10 Hukum ditujukan Tuhan untuk semua manusia. Oleh sebab itulah kita juga harus mengajarkan kepada semua orang untuk menguduskan Sabat bukan justru menyuruh mereka bekerja untuk menyediakan kebutuhan kita.
Saat kita pesan katering untuk acara yang kita adakan pada hari Sabat, mereka mungkin akan mengatakan Sabat sebagai hari berkat, karena mereka mendapat rejeki dari pesanan kita, sementara kita, oleh iman selalu mengkampanyekan, "Kuduskanlah hari Sabat."
Ada juga yang mengatakan, kita tidak akan bisa memastikan apakah barang yang kita pesan (beli) aman dari pelanggaran hukum Sabat. Maksudnya, bisa saja mereka (yang tidak mengimani hari Sabat) mengerjakan pesanan atau barang yang kita butuhkan itu pada hari Sabat. Misalnya, ketika kita memesan pakaian pada tukang jahit, mereka mungkin menjahitnya pada hari Sabat. Bukankah itu sama juga menyuruh mereka bekerja pada hari Sabat?
Untuk hal seperti itu tentu kita bisa membuat pengecualian. Dalam hal ini yang kita fokuskan adalah membeli sesuatu barang atau jasa yang benar-benar kita butuhkan pada hari Sabat dan dikerjakan pada hari itu juga. Intinya membuat orang lain bekerja untuk kita dan bisa kita saksikan langsung. Misalnya seperti soal katering tadi.
Sebagai tambahan, bahkan ada juga orang Advent yang punya kebiasaan hanya untuk sekedar membayar hutang pun tidak boleh (seperti sesuatu yang haram dilakukan pada hari Sabat). Mereka masih fokus kepada perpindahan uangnya sama seperti pada kasus membeli pada hari Sabat. Contoh yang pernah saya lihat adalah, ada seorang ibu menjual sesuatu pada hari sebelumnya kepada teman sesama anggota gereja. Ketika orang yang membeli hendak membayar (kebetulan sepulang kebaktian Sabat) si ibu yang menjual tidak mau menerima uang yang diberikan dengan alasan: ini hari Sabat. Jadi si ibu penjual masih menganggap dirinya sedang "bertransaksi" atau jual-beli kalau dia menerima uang itu. Padahal transaksi sebenarnya adalah pada hari Rabu atau Kamis sebelumnya dan kenapa si pembeli tidak membayar langsung pada hari tersebut adalah karena tidak bawa uang, atau uangnya tidak cukup.
Saudara sekalian, yang Tuhan larang adalah: jangan bekerja pada hari Sabat, jangan menyuruh orang bekerja hari Sabat.
Kalau kita masih rindu agar orang lain juga menguduskan Sabat, usahakan jangan membeli pada hari Sabat. Juga jangan menyuruh orang lain bekerja untuk kepentingan kita pada hari Sabat (jangan lagi berpikir yang penting saya tidak membayar upah atau membayar suatu barang pada hari Sabat). Sesuatu yang bisa kita rencanakan untuk hari Sabat, baiklah kita persiapkan di hari sebelumnya. Ketika ada pilihan untuk membeli atau membutuhkan jasa orang lain (untuk sesuatu perbuatan baik sekalipun), kita bisa membuat pertimbangan, apakah perbuatan baik tersebut masih bisa kita lakukan di hari yang lain.
Saudara sekalian yang diberkati Tuhan, itulah renungan singkat bagi kita, mudah-mudahan menjadi pengetahuan baru bagi kita yang bisa menguatkan dan meneguhkan iman kita dalam menguduskan hari Sabat. (2017)