Sabtu, 06 Februari 2021

Inilah Alasan Orang Advent Tidak Membeli pada Hari Sabat

Inilah Alasan Orang Advent Tidak Membeli pada Hari Sabat

Barangkali hampir semua penganut Kristen Advent (orang Advent) pernah mendengar anjuran atau larangan atau himbauan untuk tidak membeli (belanja) pada hari Sabat. Sebagian orang bahkan sampai pada level atau tingkatan, belanja pada hari Sabat itu adalah dosa
 
Tentu kemudian muncul pertanyaan. Apa alasan kenapa “tidak boleh" belanja pada hari Sabat (karena itu bukan termasuk kategori bekerja atau suatu pekerjaan)?

Sebagian orang ada yang menjawab, tidak tahu! Ada yang menjawab, hanya membiasakan diri saja untuk tidak melakukan aktifitas rutin sehari-hari pada hari Sabat. Dan ada juga yang menjawab, membeli pada hari Sabat mengurangi kekudusan hari Sabat, tetapi tanpa ada penjelasan kenapa bisa berkurang. 
 
Orang yang suka berlogika seperti saya, banyak yang tidak setuju dengan “doktrin” ini. Melakukan sesuatu tetapi kok tidak ada dasar yang kuat?

Tapi puji Tuhan, 2 atau 3 tahun terakhir ini saya menemukan alasan yang saya pikir masuk akal dan berharap bisa diterima banyak orang. Jawabannya adalah, karena pada saat kita membeli (belanja) pada hari Sabat, secara tidak langsung kita menyuruh orang lain untuk tetap bekerja pada hari Sabat sedangkan pada saat yang sama kita menjadi orang yang berdiri paling depan mengajak orang lain untuk tidak bekerja pada hari itu (menguduskan Sabat).

Lalu kemudian muncul pertanyaan (alasan) baru: “Tapi kan seandainya kita gak belanja atau membeli ke mereka (para pedagang itu) - mereka akan tetap jualan kok! Gimana tuh?”

Saudara sekalian, mungkin itu sebabnya ada yang punya trik untuk menyiasati agar tidak melanggar "doktrin" ini. Trik itu adalah apabila ada barang atau jasa yang dibutuhkan tepat pada hari Sabat, maka transaksinya (pembayaran) dilakukan sebelum atau sesudah hari Sabat
 
Tapi apakah trik itu sudah benar? Menurut saya dan menurut Alkitab tidak. Karena esensi dari Perintah/Hukum ke-4 bukanlah soal membeli atau bertransaksi, tapi BEKERJA. Faktanya memang, banyak yang salah memahami, membuat “membeli" atau "transaksi” sebagai ukuran. Yang penting “serah terima uang” tidak pada hari Sabat, AMAN!!

Kalau kita baca dan perhatikan Kel. 20: 10 “Tetapi hari ketujuh hari Sabat Tuhan, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan ....dst.” Hal inti di sana adalah BEKERJA, bukan soal bertransaksi. Saat orang lain (yang tidak mengimani hari Sabat) kita suruh bekerja (demi uang yang sudah diterima dari kita), itu sama artinya kita mengatakan: Kamu boleh bekerja hari Sabat, tetapi saya tidak! Kamu boleh berzina saya tidak. Kamu boleh tidak hormat sama orang tua, tapi saya harus hormat! 
 
Apakah seperti itu? Tentu tidak bukan! Kita tidak boleh menjadi orang yang munafik, menyuruh orang lain melakukan sesuatu tetapi kita sendiri tidak mau melakukannya.

Kita orang Advent pasti sama-sama percaya bahwa 10 Hukum ditujukan Tuhan untuk semua manusia. Oleh sebab itulah kita juga harus mengajarkan kepada semua orang untuk menguduskan Sabat bukan justru menyuruh mereka bekerja untuk menyediakan kebutuhan kita. 
 
Saat kita pesan katering untuk acara yang kita adakan pada hari Sabat, mereka mungkin akan mengatakan Sabat sebagai hari berkat, karena mereka mendapat rejeki dari pesanan kita, sementara kita, oleh iman selalu mengkampanyekan, "Kuduskanlah hari Sabat." 
 
Ada juga yang mengatakan, kita tidak akan bisa memastikan apakah barang yang kita pesan (beli) aman dari pelanggaran hukum Sabat. Maksudnya, bisa saja mereka (yang tidak mengimani hari Sabat) mengerjakan pesanan atau barang yang kita butuhkan itu pada hari Sabat. Misalnya, ketika kita memesan pakaian pada tukang jahit, mereka mungkin menjahitnya pada hari Sabat. Bukankah itu sama juga menyuruh mereka bekerja pada hari Sabat?
 
Untuk hal seperti itu tentu kita bisa membuat pengecualian. Dalam hal ini yang kita fokuskan adalah membeli sesuatu barang atau jasa yang benar-benar kita butuhkan pada hari Sabat dan dikerjakan pada hari itu juga. Intinya membuat orang lain bekerja untuk kita dan bisa kita saksikan langsung. Misalnya seperti soal katering tadi. 
 
Sebagai tambahan, bahkan ada juga orang Advent yang punya kebiasaan hanya untuk sekedar membayar hutang pun tidak boleh (seperti sesuatu yang haram dilakukan pada hari Sabat). Mereka masih fokus kepada perpindahan uangnya sama seperti pada kasus membeli pada hari Sabat. Contoh yang pernah saya lihat adalah, ada seorang ibu menjual sesuatu pada hari sebelumnya kepada teman sesama anggota gereja. Ketika orang yang membeli hendak membayar (kebetulan sepulang kebaktian Sabat) si ibu yang menjual tidak mau menerima uang yang diberikan dengan alasan: ini hari Sabat. Jadi si ibu penjual masih menganggap dirinya sedang "bertransaksi" atau jual-beli kalau dia menerima uang itu. Padahal transaksi sebenarnya adalah pada hari Rabu atau Kamis sebelumnya dan kenapa si pembeli tidak membayar langsung pada hari tersebut adalah karena tidak bawa uang, atau uangnya tidak cukup.
 
Saudara sekalian, yang Tuhan larang adalah: jangan bekerja pada hari Sabat, jangan menyuruh orang bekerja hari Sabat.
 
Kalau kita masih rindu agar orang lain juga menguduskan Sabat, usahakan jangan membeli pada hari Sabat. Juga jangan menyuruh orang lain bekerja untuk kepentingan kita pada hari Sabat (jangan lagi berpikir yang penting saya tidak membayar upah atau membayar suatu barang pada hari Sabat). Sesuatu yang bisa kita rencanakan untuk hari Sabat, baiklah kita persiapkan di hari sebelumnya. Ketika ada pilihan untuk membeli atau membutuhkan jasa orang lain (untuk sesuatu perbuatan baik sekalipun), kita bisa membuat pertimbangan, apakah perbuatan baik tersebut masih bisa kita lakukan di hari yang lain. 
 
Saudara sekalian yang diberkati Tuhan, itulah renungan singkat bagi kita, mudah-mudahan menjadi pengetahuan baru bagi kita yang bisa menguatkan dan meneguhkan iman kita dalam menguduskan hari Sabat. (2017)

Rabu, 30 Maret 2016

KRISTEN = GARAM DAN TERANG DUNIA??

KRISTEN = GARAM DAN TERANG DUNIA??

Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” Matius 3:13-14
Pernahkah Anda bertemu, berkenalan atau bahkan bergaul dekat dengan seseorang yang memiliki pengaruh kuat terhadap orang-orang yang berada di sekitarnya? Mungkin sosok tersebut adalah seorang hamba Tuhan, presiden, guru atau dosen, dokter, pengusaha sukses atau bahkan seseorang yang selalu dikelilingi oleh teman-temannya. Sosok tersebut masing-masing memiliki cara yang unik dalam mempengaruhi keputusan orang-orang di sekitarnya. Sadarkah Anda dan saya bahwa Allah memanggil kita untuk menjadi sosok tersebut; yaitu menjadi seseorang yang berbeda dan mampu memberi pengaruh baik terhadap setiap orang yang kita temui?
*courtesy of PelitaHidup.com
Kitab Matius menyebutkan bahwa kita adalah garam dan terang dunia. Garam tidak hanya digunakan untuk menambah rasa pada masakan, tetapi juga digunakan untuk mengawetkan dan membersihkan makanan dari kuman. Efek samping yang terjadi jika kita mengkonsumsi terlalu banyak garam adalah rasa haus yang teramat sangat. Jadi, bagaimana kita membandingkan hidup kita dengan garam? Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk melestarikan kebaikan di lingkungan tempat kita berada serta menghalangi terjadinya segala macam bentuk korupsi, kecurangan maupun hal-hal menyimpang yang ada didalamnya. Kita membantu orang-orang yang berada di sekitar kita untuk membersihkan hidup mereka dan menemukan pengharapan baru dalam Kristus Yesus yang kemudian akan menciptakan sebuah rasa haus dan dahaga untuk senantiasa bertemu dan berada di dekat dan bersama Tuhan
Terang memungkinkan kita untuk berjalan dalam gelapnya malam. Kitab Matius menggambarkannya sebagai sebuah kota yang berada di atas bukit karena terang dari kota tersebut dapat dilihat dari jarak yang jauh dan menerangi jalan orang-orang yang melaluinya. Ketika kita menjadi pengikut Yesus yang adalah Terang, maka kita memantulkan terang-Nya dan menunjukkan kepada orang lain jalan yang yang harus mereka tempuh sesuai dengan yang Tuhan arahkan.
Jadi sekarang, mari kita pusatkan perhatian kita tentang bagaimana caranya menjadi garam dan terang dunia dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita dapat memulainya dengan melakukan sesuatu yang luar biasa seperti keluar dari zona aman kita dan mengenalkan kasih Kristus kepada teman kita yang belum mengenal-Nya, atau mungkin mengundang seseorang makan malam atau sekadar minum kopi dan menjadi pendengar yang baik bagi dia, terutama karena dia sedang mengalami masalah atau kejadian yang buruk dalam hidupnya. Biarlah segala yang kita lakukan, baik itu hal yang kecil dan sederhana maupun tindakan luar biasa yang membutuhkan waktu, tenaga, pikiran dan biaya dari kita dapat menjadikan kita sebagai garam dan terang dunia untuk memancarkan kasih dan keselamatan Kristus kepada mereka yang berada di sekitar kita.

Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat!” Filipi 4:5
Sumber:http://www.pelitahidup.com/
BERSAMA TUHAN: KITA DIMENANGKAN !!

BERSAMA TUHAN: KITA DIMENANGKAN !!

Fena, seorang murid Sekolah Minggu, punya pengandaian yang menarik. Bila ditanya sesuatu, jawabannya sering mengandung perbandingan yang membingungkan. Umpamanya, “Bukunya tebal sih, Om, tapi tipis” atau “Tempatnya jauh, tapi dekat.” Belakangan kami memahami bahwa Fena membandingkan dua hal itu untuk menunjukkan bahwa ia dapat mengatasi masalah yang ada. Tempatnya jauh, tetapi karena bersama dengan keluarga terasa dekat. Bukunya tebal, tetapi karena isinya menarik jadi terasa tipis.

Tuhan kita Yesus Kristus telah menang atas kuasa dosa dan maut. Kematian-Nya di kayu salib mematahkan sengat kuasa dosa itu, yaitu maut (lih. 1 Kor. 15:54-57). Kematian dan kebangkitan-Nya adalah kemenangan atas dosa dan kemerdekaan bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Sungguh kita patut mensyukurinya. Namun, kita masih hidup di dunia yang berdosa. Perjuangan untuk hidup menurut identitas sebagai orang yang dipilih masih berlanjut. Orang percaya masih harus berjuang melawan keinginan daging, yang membuatnya bisa hidup kembali dengan cara lama, yaitu menghamba pada dosa.

Kita memasuki babak baru dalam perjuangan melawan dosa. Sebagai anak Tuhan, kita diberi kuasa untuk mengalahkan dosa. Roh Kudus akan menolong orang percaya menang atas kuasa dosa itu. Kadang hal ini seperti perbandingan Fena tadi: Sudah, tetapi belum berakhir. Panggilan bagi kita untuk terus tunduk pada keinginan Roh Kudus agar kita bisa mencerminkan dengan sempurna rasa syukur atas keselamatan yang sudah diterima.—AAS


Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih. (Galatia 5:13)

Sumber:http://www.renunganharian.net/

Rabu, 03 Juni 2015

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN GEDUNG GEREJA DENGAN GEDUNG PERTEMUAN UMUM

(sumber foto ilustrasi: www.rosenmanmanihuruk.blogspot.com)
Tahun 2014 lalu, tepatnya Senin 15 Desember 2014 saya ikut menghadiri perayaan Natal kumpulan marga (suku Batak) yang acaranya diadakan di sebuah gereja. Sejak awal saya memang ada perasaan aneh, kok acara yang bukan "kegiatan gereja" diadakan di dalam gereja sekalipun acara itu berkaitan dengan acara keagamaan. Kalau memang harus merayakan Natal atas nama organisasi sosial kegiatan itu seharusnya diadakan di gedung atau tempat yang bukan berstatus 'gereja'. Oh ya, saya ikut acara perayaan Natal itu sebenarnya karena diajak/diundang teman semarga (yang menjadi anggota organisasi dan jemaat di gereja itu) untuk mengisi acara itu berupa vokal grup dan kami menyanyikan satu lagu rohani.

Singkat cerita, keanehan demi keanehan pun muncul. Keanehan dimulai saat dalam acara (ibadah) Natal seperti itu tiba-tiba ditampilkan suatu acara kesukuan yaitu penampilan tarian suku Batak (tari tor-tor) yang diiringi musik tradisional Batak  (musiknya diputar via alat musik keyboard) dan gondang (gendang). Hal itu kemudian "semakin buruk" karena tari tor-tor itu persis seperti acara pesta duniawi dimana para penari mendapat "sawer" dari undangan yang hadir (ikut menari). Saya tidak tahu hasil saweran itu untuk siapa, apakah untuk gereja atau untuk organisasi marga yang mengadakan Natal atau untuk para penari.

Tidak cukup dengan tor-tor, kesucian gereja sebagai tempat ibadah semakin tidak jelas saat di akhir acara sekelompok kaum pria menyanyikan lagu pop duniawi berupa lagu Batak yang diiringi musik keyboard. Ada beberapa lagu yang dinyanyikan, dan anehnya pada malam itu sebenarnya pendeta yang bertugas sebagai pelayan (gembala) di gereja itu, ada hadir di sepanjang acara itu, tetapi tidak terlihat ada keinginan untuk melarang mereka. Karena acara itu memakai sound system suara itu terlalu jelas untuk didengar oleh masyarakat sekitar gereja termasuk saudara kita yang beragama Islam. Itulah sebabnya saya cukup kuatir karena sudah pasti image mereka terhadap gereja sebagai tempat ibadah orang Kristen menjadi buruk.

Saya tidak ingin men-generalisir (menyama ratakan) bahwa semua gereja seperti itu, tetapi saya sangat berharap hal ini harus menjadi perhatian kita umat Kristen dan menyadari bahwa gereja adalah rumah ibadah, tempat berdoa bukan gedung untuk berpesta, hura-hura. Jika gereja tempat anda beribadah setiap Sabtu atau Minggu termasuk yang seperti itu mari kita berubah. Dengan demikian apabila ada orang yang ingin menuliskan PERSAMAAN dan PERBEDAAN antara gereja dengan gedung pertemuan umum, maka persamaannya tidak lebih banyak dibanding dengan perbedaannya.

Kiranya TUHAN memberkati kita semua.